Terkadang aku juga measa senang saat melihat orang yang sangat kukenal itu tertawa. Celoteh tawa hasil canda bersama sohib jawatnya. Anehnya lagi kenormalan jantungku sedikit eror tak terkontrol ketika tubuh mungilku menjumpa hadapan searah mata langusng dengannya. Padahal tidak terpungkiri orang yang sangat kukenal itu bukan siap-siapaku lagi melainkan tak lebih sekedar kerabat seperjuangan dalam menguras ilmu di Tanah air Indonesia
Mempesona.Namun ku bingung seakan plin plan terpikiran entah kenapa bumi suka mengejekku untuk menyimpulkan bahwa orang yang sangat kukenal ialah Anugerah, hanya saja sewaktu-waktu berubah bahwa orang yang sangat kukenal itu ialah musibah. Aneh, lucu, lara menjadi satu dan padu.
Sangat berbuah manis hanya butuh keahlian khusus untuk menghindar dari sengatan lebah. Di siang gerimis, sisa serbuk debu menyeret paksa hidungku supaya mencium baunya polusi yang teleh tersentuh rintikan tangis langit. Polusi kecil merupakan, ada teman anehku beropini jika debu dihari-hari begini sungguh mengenakkan, sangat sedap katanya. Kurang etis banget otakku berargumen. Seperti menyantap bau semangkuk aroma mie instant saja, itu lebih mendingan bilangku. Memang benar-benar teman yang sangat aneh. Waktu itu memalaskanku namun amat indah. Karna sampai hari gerimis ini aku masih mengingat mereka, teman ngajiku saat ku masih di asrama pesantren. Terutama orang yang sangat kukenal.
Rabu 7 April 2010 kekontraan benak bangkit kembali di otak, bahwa:
Sampai tega kata-kataku pada ± 1030 hari yang dulu mematahkan tali sejoli. Mungkin karena kesalahan sedikit mengandung yang melanggar UUD keluarga. Bisa-bisa aku dipenjara di home schooling. Itulah kekejamanku yang tak mau ku ulangi lagi. Aku tak suka melihat orang yang kusayangi benci padaku, seenaknya mencabik-cabik hatiku lewat kekontraan kata-kata kasar.
Dengarkan curhatku ....
Sering di malam dulu omongan itu mengusikku, menarik daun telinga untuk menjadi pendengar setia gundah hati yang sedang melandanya. Baiklah, sangat kuterima dengan amat baik. Keluarga, neneknya yang paling cerewet, merpati-merpati perawan yang pernah ia singgah di hati mereka dan lebih serunya lagi membahas alat temuan Charles Babbage. Semenjak itu aku jadi lebih suka berteman dengan komputer. Mulai bertambah luas pengetahuanku tentangnya. Manis, asem, asin, pahit serasa terasakan olehku juga.
Malam pekat begini ade lagi apa?? Suatu hari dia mengirim pesan singkat untukku, tadinya mungkin ingin ngobrolin lagi nyambung tadi pagi saat dia meneleponku. Tapi bibirku tak bisa membohongi tubuh tegap 17 tahun dengan tinggi ± 178 cm, bulu matanya lentih kaya cewe padahal dia itu cowo tulen. Kebiasaan buruk temanku mengejeknya seperti cewe. Dan akhirnya aku kepergok lagi netesin ludah mata tapi alasan kenapa tak mau kuceritakan ga semua tentangku harus tau, ga semua tentang dia aku tau sekarang. Layak langit dan bumi, Dia sejoli yang terpisahkan hanya saja tetap satu dan menyapa saat musim hujan langit mengirim air hujan ke Bumi dan Bumi menerima. Langit menyengatkan bahwa Raja siang, warga Bumipun menangkapnya untuk mengeringkan baju, padi saat habis panen. Kalo dengan Bumi paling menyerap sekaligus memberi ulang air untuk terus bersirkulasi. Sangat adil sekali sejoli itu, lamban, kasar, lembut gemulai melengkapi memberi arti hidup agar melukis bahagia. Bahagia merana bercampur ria.
Kenapa aku tidak bsian mendengar ocehannya? Dan kenapa aku masih bisa akrab menjaga switer kadonya di 17 tahunku silam, menggelitik keseharianku saja. Merebahkan bibirku dikeranjang senyum atau terkadang juga seakan bisa menguncikan tubuhku di bangsal dalam gelap. Kedua rasa itu terasa saat permohonannya sangat lembut waktu memintaku kembali merapikan runtuhan sejoli kita. Satu kali telah disampainya belum juga aku rapikan. Saat yang lain sekali lagi meminta, masih saja kegengsian betah dalamku beralaskan menyepi lebih asyik dan aku juga takut mengganggu matematikaku.
Palsu omong di belakang, manis sekali di depan tubuh mungilku. Lembut ternyata sangat ganas menerkam cabikan hati berkeping-keping. Dia diam, diam berbicara ingin menanti tempat tulang rusuknya dalamku. Iba mendengar semua, o .... kasihan sekali, pemikiranku yang sangat begitu sempit jangan ku keluarkan permata oleh palsu-palsumu. Tidak berperasangka buruk, hanya aku menyadari. Sebelum tua ku akan mencoba memberi arti hidupku agar merlukis bahagia dengannya. Begitulah ku relakan, karna kemaren aku melihatnya bergandeng rasa dengan pilihan baru.
Orang yang sangat kukenal, sebentar saja kau mudah sekali menancapkan panah dijantung mawar baru itu. Sungguh aneh, itulah yang kita suka darimu. Kau berlari, aku terdiam menpatijanji 32 bulan lalu agar tidak merah padam memandangmu. Tapi diamku sebentar, karna pangeran kecilku akan menemaniku membantu menulis puisi tentang madrasah cinta.
Tapi aku ta’ tau pasti
Aku hanya ingin tidak tersakiti & menyakiti lagi.
Oleh: Ayla Plaid